Berbicara Mengenai Masyarakat Sipil, Hukum dan Negara

Masyarakat Sipil, berasal dari bahasa inggris dari kata dasar civil, civilization, yang berarti peradaban. Masyarakat Sipil berarti adalah masyarakat yang beradab, terkadang kita mendengarnya dalam bahasa "Masyarakat Madani". Kenapa disebut Masyarakat Madani?, Masyarakat Madani berasal dari kata Madinah, yang diambil dari bahasa arab Madinah yang berarti kota, namun sejatinya bukan itu maksud sebenarnya (kota), namun maknanya lebih ditekankan kepada masyarakat kota Madinah yang berada di jazirah arab yang dibangun oleh baginda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam. Konon kota Madinah adalah salah satu cikal bakal yang disebut dengan Masyarakat Madani, masyarakat yang beradab. Di kota ini terdapat pemerintahan, hukum, dan masyarakat yang berbudaya. Entah mengapa yang dijadikan rujukan adalah kota Madinah saya kurang mengerti. Karena pada dasarnya sebelum kota Madinah, terdapat beberapa kota yang bisa saya katakan memiliki peradaban dengan dasar yang serupa, seperti Roma, Alexandria, beberapa kota di China pada masa itu dengan dasar "Qaul" yang disampaikan oleh Rasulullah pada masa itu "Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri China" yang menandakan bahwa pada masa itu China merupakan salah satu kekuatan besar yang ada di muka bumi.

Mengenai tentang masayarakat yang beradab. Kita ambil kata dasar yang digunakan, yaitu "Adab", yang dalam kamus KBBI diartikan sebagai kehalusan dan kebaikan budi pekerti; kesopanan; akhlak. Namun kita sering mengasosiasikan kata ini dengan kata "Tata Krama". Intinya adalah Adab dan Tata Krama menjadi salah satu pondasi mengapa suatu masyarakat disebut sebagai masyarakat yang beradab, masyarakat sipil, civilization. Hal ini tentu karena masyarakat sipil memiliki aturan dalam kelompok masyarakat tersebut yang harus dipatuhi oleh anggota kelompok dengan konsekuensi hukuman jika melanggar aturan tersebut. Aturan yang dimaksud terkadang kita jumpai dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis, atau biasa kita kenal sebagai norma dan nilai.

Aturan dalam suatu kelompok masyarakat tertentu berbeda dengan aturan yang ada pada kelompok masyarakat yang lainnya. Hal-hal yang mendasari aturan tersebut biasanya berupa agama, dan nilai-nilai luhur yang disampaikan oleh nenek moyang mereka, tentunya itu berasal dari pengalaman terhadap akibat dari suatu sikap tertentu yang terkadang tidak bisa kita pikirkan secara nalar maksud dan hubungannnya. Dalam konteks masyarakat modern, atau masyarakat kekinian, terdapat aturan yang disebut dengan "Hukum" yang bersifat tertulis dan barang siapa yang melanggar akan mendapatkan konsekuensi hukum berdasarkan aturan tertulis yang telah disepakati atau telah dibuat. Hukum ini identik dengan negara, karena memang pada dasarnya hukum ini dibuat dan berlaku dalam negara pembuat hukum tersebut. Setiap negara memiliki aturan dan hukum masing-masing yang tidak dapat diintervensi oleh negara ataupun pihak lainnya, dan ini sifatnya mutlak bagi negara tersebut karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk kedaulatan suatu negara, yang berarti negara memiliki hak untuk menetapkan suatu hukum di negara tersebut tanpa adanya campur tangan bangsa lain. Dengan kata lain seperti mengucapkan "Ini urusan kami, jangan campuri kami. Uruslah urusan kalian sendiri dan kita tidak mau turut campur pada permasalahan kalian".

Pada akhirnya di sini kita akan mendapati bahwasannya pada dasarnya setiap negara itu memiliki "kadar kebebasannya" masing-masing. Terkadang kita memberikan label pada suatu negara dengan label "liberalis" untuk negara yang kita lihat memberikan kebebasan sebebas-bebasnya pada rakyatnya, dan "komunis" untuk negara yang terlalu mengekang rakyatnya. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah. Namun jika kita cermati lagi, bahkan negara yang kita beri label "liberal" sekalipun sebenarnya memiliki konsekuensi hukum pada perbuatan yang melanggar ketentuan hukum, artinya sebenarnya tidak ada negara yang benar-benar memberikan hak kebebasan mutlak pada rakyatnya. Karena pada dasarnya di mana ada "Hak" maka "Kewajiban" selalu menjadi pasangan yang menyertainya, yang artinya kita akan mendapatkan hak kita selama kewajiban telah kita penuhi.

Mengenai hukum di suatu negara. Ada negara yang membuat hukumnya berdasarkan nilai-nilai yang disepakati bersama oleh masyarakat, ada pula yang menetapkan hukumnya berdasarkan hukum agama. Kita akan mendapati beberapa negara yang menetapkan hukumnya berdasarkan hukum agama seperti, Vatikan dan Saudi Arabia. Namun menurut saya sebenarnya hukum agama sekalipun tidak bisa dikatakan mutlak sebagai hukum dari Tuhan, mengapa?? karena tidak semua hukum yang ada pada negara tersebut tertulis dalam kitab suci, dan terdapat campur tangan manusia dalam menetapkan hukum dengan pendekatan berdasarkan ajaran agama yang dianut.

Pada akhirnya kita harus menyadari bahwa setiap bentuk masayarakat yang kita "anggap" beradab ini, masyarakat sipil ataupun masyarakat madani, terdapat perbedaan pandangan antara satu kelompok, satu golongan, satu masyarakat, satu negara dengan lainnya. Hal ini tentu berdasarkan bagaimana persepsi masing-masing dari mereka dalam menjalani hidupnya masing-masing. Dan ketika kita mendapati perbedaan persepsi tersebut hendaklah kita saling memahami satu sama lain, saling mengerti dan saling menghargai cara hidup dan pandangan satu sama lain. Karena memang tidak ada yang tetangga sempurna bagi kita di dunia ini, kita akan selalu menemukan kesalahan mereka. Jangankan terhadap tetangga, saya yakin kita akan menemukan suatu hal yang tidak sempurna dari "si dia" orang yang kita anggap kekasih, belahan jiwa kita.

Tentu ini bukanlah hal yang mudah mengingat kita lebih suka dan lebih mudah untuk mendikte orang lain agar sama seperti diri kita. Tapi bukankah hidup itu lebih indah jika dunia itu berwarna-warni, bukan kelabu yang hanya memberikan warna hitam dan putih???.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Bijak - Dewa 19

Renungan: Tafakkur

Kecewa?

Persepsi

Menyadari