Mimpi dan Realita

"Terlalu berpikir realistis membuatmu lupa bagaimana bermimpi, dan terlalu banyak bermimpi membuatmu tenggelam di dalamnya hingga tak mau terbangun"

Seorang sahabat saya berkata bahwasannya saya terlalu realistis dalam menjalani kehidupan. Saya terlalu pesimistis. Tapi apakah itu benar? saya sendiri tidak tahu kebenarannya, memang benar bahwa manusia itu tidak dapat menilai dirinya sendiri. Manusia tidak dapat bercermin dan mengenali siapa dirinya sebenarnya, namun manusia itu sangat pintar dalam menilai dan mengenali selain dirinya. Selama ini manusia hanya bisa menggali puing-puing yang telah ia tinggalkan di masa lalu, mempelajarinya, berusaha menerjemahkan siapa dirinya dan apa yang telah ia perbuat. Namun ia tidak tahu siapa dirinya sekarang.

Kembali lagi ke pernyataan sahabat saya, ia berkata bahwa kita harus terus bermimpi dan berusaha mengejar apa yang kita inginkan, niscaya alam semesta dan isinya akan membantu kita mendapatkan apa yang kita inginkan?. Sekali lagi apakah itu benar? saya sendiri juga tidak tahu, karena akhir-akhir ini setelah saya membaca beberapa literasi dan menggali puing-puing kehidupan saya, saya tahu bahwa tidak semua yang kita inginkan itu akan kita dapatkan. Suatu saat ada masa di mana kita harus menerima apa yang telah ditetapkan dalam takdir, baik buruknya kita harus menerima. Tapi itu menjadi suatu makna yang ambigu, karena menerima takdir itu bisa berarti pasrah, atau Ikhlas. Apa bedanya?, ikhlas berarti kita tetap berusaha dengan apa yang kita harapkan dan ketika kita gagal maka kita ikhlas atau menerima segala hasil dari apa yang telah kita lakukan, namun pasrah itu artinya kita menyerahkan semuanya pada Sang Takdir dan tidak berbuat seraya menerima apapun yang diinginkan oleh Sang Takdir.

Mimpi dan Realita. Banyak mereka yang menyatakan betapa berharganya mimpi itu, tanpa mimpi kita tidak akan memiliki harapan, mimpi dan harapan itu seakan menjadi pasangan yang serasi, kau punya mimpi berarti kau punya harapan. Bagaiamana dengan realita?, terkadang kita melupakan realita dan terlalu asik tenggelam dalam mimpi kita. Realita sesungguhnya mengajarkan kita bagaimana untuk bangun, karena di mana ada dunia mimpi, maka ada dunia nyata. Setidaknya dalam kehidupan kita sehari-hari, rata-rata manusia akan memasuki dunia mimpi antara lima sampai delapan jam sisanya manusia berada dalam dunia nyata (tersurat). Mereka yang tenggelam dalam dunia mimpi akan tenggelam dalam harapan kosong yang tidak akan muncul dalam dunia nyata, jiwanya hidup namun jasadnya mati. Sebaliknya mereka yang terlalu lama berada dalam alam sadar lupa bagaimana bermimpi, mereka tidak memiliki harapan, jasadnya hidup namun jiwanya mati.

Maka mimpi dan realita harusnya bersanding dengan seimbang, ada kalanya kita harus beristirahat dari realita yang terkadang menyakitkan dan tidak sesuai dengan harapan kita, kemudian kita isi kembali semangat harapan itu melalui mimpi-mimpi. Ada kalanya pula kita harus bangun kembali dari mimpi-mimpi dan berusaha mewujudkannya dalam dunia kita. Kita pegang teguh mimpi itu dalam dunia nyata, tidak peduli dengan pandangan orang sekitar, karena hanya kita yang tahu apa yang sedang kita kejar, apa resikonya, apa pengorbanan yang harus kita berikan dan apa yang akan kita dapatkan, itulah mimpi yang dibawa dalam dunia nyata, namanya prinsip.

Akhirnya saya mengerti bahwa memang dunia ini diciptakan dengan seimbang. Ada mimpi maka ada realita. Semua harus diukur dalam proporsi yang tepat, adil namanya. Terlalu berat sebelah namanya dzalim, dan setiap kedzaliman itu tidak ada yang mendapatkan nilai manfaat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Bijak - Dewa 19

Renungan: Tafakkur

Kecewa?

Persepsi

Menyadari