Dewa dan Dewi

Saya membaca halaman belakang sebuah buku berjudul Romawi. Salah satu koleksi buku sejarah entah dari penerbit mana. Yang menarik bagi saya adalah isi dari tulisan itu sendiri.

Diceritakan bahwa bangsa romawi merupakan bangsa yang tebentuk dari sisa-sisa perang yang terkenal, Troy. Mereka yang selamat memutuskan untuk pergi ke tanah baru dengan harapan baru di bawah bimbingan Dewa Apollo (Dewa Kebenaran) dan Dewi Venus (Dewi Cinta). Ketika mereka menemukan tanah baru tersebut, mereka memulai suatu peradaban yang pada  akhirnya menjadi salah satu imperium terbesar di muka bumi.

Hal yang menarik bagi saya adalah mengenai pemujaan dewa dan dewi pada masyarakat tersebut. Dewa dan dewi merupakan sosok Tuhan masyarakat tersebut, artinya pastilah dewa dan dewi tersebut dijunjung tinggi supaya masyarakat menjadi ingat siapa yang membimbing hidup mereka. Artinya dalam kondisi tersebut masyarakat kembali kepada rasa cinta dan menjunjung tinggi kejujuran dalam menegakkan suatu masyarakat madani mereka. Maka tak heran, rasa cinta dan kebenaran akhirnya menjadikan mereka bangsa yang besar.

Dari sini saya menyimpulkan bahwa sebenarnya dewa dan dewi merupakan suatu perwujudan gagasan atau ide seseorang yang dijunjung tinggi. Ketika dewa dan dewi tersebut dijunjung tinggi maka moral manusia akan naik, seperti halnya ketika masyarakat menganggap mereka di bawah bimbingan dewa kebenaran, maka masyarakat akan menjunjung tingg kebenaran dalam sistem mereka. Ketika mereka menyembah dewi cinta, maka mereka akan menanamkan cinta dalam jiwa mereka.

Lantas ada yang namanya dewa perang di mana-mana, dari Mesir, Yunani maupun Romawi. Dewa perang dijunjung tinggi supaya moral masyarakat naik terhadap peristiwa perang. Mereka menjadi masyarakat yang tidak takut saat perang melawan musuh mereka, karena mereka menganggap bahwa dewa perang mendukung mereka, dan yang memusuhi mereka adalah musuh dewa perang mereka.

Namun sekali lagi, pemikiran ini hanyalah sebatas teori pribadi saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Bijak - Dewa 19

Renungan: Tafakkur

Kecewa?

Persepsi

Menyadari