Visi Pembangunan

Apa alasan yang membuat para developer/pengembang membangun perumahan/permukiman di daerah sawah?, padahal sawah itu penting karena merupakan produsen padi yang kita konsumsi setiap hari?

Itulah sekelumit pertanyaan dari seorang Dosen yang menggelitik bagi saya saat mengikuti mata kuliah Metodologi Amdal baru-baru ini.

Tanpa basa-basi saya pun menjawabnya, "Karena banyak hal sebenarnya, namun yang paling utama biasanya adalah faktor harga tanah persawahan dan lokasinya yang cukup strategis".

Tak pelak, Dosen tersebut membantah jawaban saya meskipun dalam hati kecil saya yang sok tahu ini merasa jawaban saya benar. Beliau mengatakan, "Apakah hal itu saja yang menyebabkan para pengembang memilih sawah?. Saya rasa kalau dari segi harga seharusnya harga lahan sawah itu mahal karena merupakan sumber penting dari makanan kita, apalagi jika produksi sawahnya bagus...".

***
Secara ideal apa yang dikatakan Dosen tersebut benar. Sesungguhnya lahan pertanian merupakan 'lumbung hidup' padi yang kita konsumsi sehari-hari. Namun saya sangat melihat bahwa kenyataan di kehidupan luar (bukan kehidupan akademis yang ideal-red) berkata sebaliknya. Harga lahan pertanian memang sangat murah jika dibandingkan harga lahan untuk properti. Mengapa hal ini terjadi, tentu banyak hal yang menjadi akar permasalahannya.

Hari itu saya benar-benar merenungi fenomena yang terjadi di negeri ini. Apakah yang menyebabkan lahan-lahan penting semacam lahan pertanian harus digusur oleh berkubik-kubik beton?.

Dengan daya analisis logis yang saya miliki sebatas kemampuan objektif saya yang berdasarkan pengetahuan dan pengalaman di sekitar saya saya mulai melakukan analisa fenomena ini.

Saya memulai dari beberapa pihak yang terlibat. Pertama adalah pengembang. Pengembang atau developer yang saya ketahui kebanyakan memang memilih lahan pertanian untuk daerah pengembangan proyeknya. Maklum, biasanya yang menyebabkan developer memilih lahan ini memang karena harganya relatif lebih murah jika dibandingkan dengan membebaskan tanah lain, rumah tua warisan moyang misalnya. Mengenai masalah lokasi biasanya yang dianggap sebagai prioritas kedua, alias itu bisa diatur tergantung bagaimana developer tersebut melakukan pengolahan lokasi dan marketingnya. Menurut saya hal ini wajar karena developer adalah pihak yang sedang mencari nafkah dan pastinya memegang konsep ekonomi: berusaha mendapatkan untung sebesar-besarnya dengan pengeluaran seminimal mungkin. Meskipun terkadang ada pihak-pihak yang agak keterlaluan juga.
Kemudian dalam prosesnya developer berhubungan dengan pemilik lahan dan pemerintah dalam menggarap lahan tersebut. Dengan pemilik lahan tentu saja untuk akad serah terima barang: lahan, dengan pemerintah tentu saja untuk mengurus izin pembangunan.

Maka pihak kedua yang dianalisa adalah pemilik lahan. Apa gerangan yang menjadikan pemilik lahan mau menjual lahan miliknya yang seharusnya menjadi produsen padi?. 
Pertama, karena perubahan gaya hidup pada generasi selanjutnya. Ini disebabkan pada zaman sekarang profesi sebagai petani bukanlah suatu profesi yang memiliki derajat tinggi di mata masyarakat. Kedua, profesi sebagai petani bukanlah profesi yang memberikan kehidupan yang layak bagi mereka yang memiliki lahan kecil dengan modal terbatas dan tanpa pendidikan. Ketiga,  kemakmuran petani sangat rendah dikarenakan hasil panen biasanya dibeli murah oleh tengkulak. Kemampuan yang terbatas dalam mengolah hasil panen membuat para petani mengandalkan tengkulak sebagai penadah mereka, maka mau tak mau berapapun harga yang diberikan pasti dijual juga hasil panennya.

Kemudian pihak terkait yang terakhir adalah pemerintah. Saya melihat pemerintah memiliki posisi yang strategis antara developer dan pemilik lahan/petani.

Dalam hubungannya dengan pemilik lahan, pemerintah memiliki kewajiban yang mestinya membuat kontrol terhadap lahan pertanian terjaga yaitu menyejahterkan petani. Jika petani sejahtera maka petani pasti enggan menjual lahan yang menjadi sumber penghasilannya tersebut sehingga menyebabkan harga lahan akan mahal, sesuai dengan konsep ideal yang dibicarakan di awal tadi.

Dalam hubungannya dengan pengembang, pemerintah memiliki kewajiban kontrol terhadap pembangunan kawasan perumahan, baik lokasi maupun jumlahnya. Hal itu bisa dilakukan dengan memiliki visi pembangunan suatu daerah.
Dosen perumahan dan permukiman, Pak Sugeng, menyampaikan bahwasannya pemerintah harusnya memiliki visi pembangunan jangka panjang. Hal itu dimaksudkan untuk mengontrol laju pertumbuhan pembangunan dan mengontrol layout suatu daerah sehingga menjadi nyaman dari berbagai aspek: transportasi, kesehatan, dll.

Pemerintah sekarang kebanyakan tidak memiliki visi pembangunan jangka panjang. Padahal jika dibandingkan dengan pemerintah kolonial Belanda, katanya sih dulunya memiliki konsep pembangunan infrastruktur suatu kawasan. Nah mungkin karena itulah jika kita melihat kawasan yang dulunya dibangun oleh Belanda, justru memiliki kondisi yang sangat teratur dibandingkan terhadap kawasan yang dbangun oleh pemerintah Indonesia saat ini.

***

Pada akhirnya tulisan ini bukanlah untuk mencari kambing hitam atas banyaknya fenomena negatif yang terjadi di negeri ini. Fenomena di atas merupakan segelintir permasalahan dari banyaknya prahara yang melanda negeri tercinta ini. Kita hanya berharap semoga ke depannya pemerintah dan generasi muda yang selanjutnya memiliki konsep ke depan dalam artian visi jelas yang berkelanjutan dalam membangun negeri tercinta ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Bijak - Dewa 19

Renungan: Tafakkur

Kecewa?

Persepsi

Menyadari