Sumpah Pemuda: Reakaman Jejak Nusantara Indonesia

Akhir-akhir ini cukuplah saya mengerti bahwasannya dunia Indonesia ini memang masih sangat rapuh. Namun berkaca dari suatu pemerintahan yang besar, katakanlah seperti Amerika, China dan India. Ketiganya memang memiliki sejarah yang cukup panjang untuk menjadi suatu negara besar. Kecuali Amerika tentunya, negara-negara besar tadi memiliki sejarah dari zaman pra masehi.

Memang, di sisi lain masih banyak negara-negara yang dulunya merupakan negara adidaya yang masih belum berkembang, namun dari sejarahnya memang tidak dapat dipungkiri kekuatan negara-negara tersebut saat zaman pra masehi, katakanlah seperti Mesir, Yaman, dan Romawi.

Sempat saya membaca sebuah buku "Nusantara", saya cukup tercengang bahwasannya negeri ini memang didirikan atas dasar inspirasi sebuah kerajaan besar bernama Majapahit yang beribukota di Trowulan, Mojokerto. Namun diceritakan pula bahwa majapahit hanya beberapa dekade saja menguasai tanah nusantara ini.

Justru memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwasannya negeri ini memang dibangun dan disatukan oleh perserikatan dagang kerajaan Belanda yang kala itu bernama VOC. Namun itu bukan dalamnarti rasa dan jiwa kita dipersatukan oleh perusahaan VOC ini. VOC hanyalah sebuah dinasti bisnis yang katakanlah seperti memiliki kekayaan berupa tanah dan manusia di negeri yang kala itu masih bernama Hindia Belanda. 

Strata golongan yang diciptakan oleh Belanda kala itu jika dimulai dari bawah adalah:
1. Pribumi sebagai pekerja, yakni mereka penggarap lahan yang kerap menjadi korban kulturstelseel.
2. Pendatang yang menjadi pedagang, terdiri atas komunitas Cina, Arab, dan India yang menetap.
3. Bangsawan dan elit pribumi yang berasal dari keluarga kerajaan atau keraton.
4. Bangsa Belanda yang bisa dikatakan menjadi bos besar di Hindia Belanda.

Sebagai pemerintah, tentunya VOC memiliki sistem tersendiri dalam menjalankan roda pemerintahan negeri. Karena merupakan negeri yang dikelola oleh sebuah perusahaan, maka tidak heran jika VOC akan berupaya membentuk sistem supaya perusahaan selalu maju. Nah, maka tidak heran jika infrastruktur yang dibuat di negeri ini terbilang cukup bagus dan bertahan lama, sebab infrastruktur yang bagus justru akan memudahkan operasi produksi dan perdagangan di Hindia Belanda.

Pemerintahan VOC menenkankan pada prinsip ekonomi: meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan modal yang kecil. Maka jadilah rakyat pribumi yang menjadi pekerja ini kerap dirugikan dengan sistem tanam paksa. Harga jual produksi pertanian mereka dibeli dengan harga rendah, kemudian dijual di negeri lain dengan harga tinggi. 

Memang tidak semua orang menjadi budak bisnis VOC. Beberapa bangsawan dan golongan elit pribumi bisa dikatakan merupakan golongan yang masih merdeka. Hal itu bisa dilihat dari kebebasan mereka dalam memiliki tanah, berdagang dan bersekolah. Kemudian golongan bangsawan dan elit pribumi ini terketuklah hatinya, sebab bangsa mereka yang lahir dari tanah dan air yang samam, kerap kali diperlakukan secara tidak adil. Akhirnya mereka menghimpun suatu konsep dan kekuatan tentang negara baru yang rakyatnya bebas dari sistem kolonialisme: Indonesia..

Singkat cerita Indonesia merdeka. Pembangunan pun dijalankan dengan dasar bahwa semua kekayaan negeri ini adalah milik bangsa Indonesia. Seiring berjalannya waktu sistem pemerintahan mengalami beberapa kali perubahan karena kerap kali sistem yang dibentuk tidak kondusif, bahkan sempat hampir menjadi demokrasi terpimpin di mana Presiden Soekarno saat itu melatik dirinya sebagai presiden seumur hidup yang jelas bukanlah kebijakan yang dapat diterima oleh semua orang. Kudeta dilakukan dan jatuhlah sang proklamator negeri ini. Akhir-akhir kisah hidupnya bisa dikatakan cukup tragis saat itu.

Pemerintahan baru berjalan dengan sistem yang saat itu belum disadari masyarakat akan menjadi pemerintahan yang diktator. Semua kendali kekayaan negeri ini dari tanah hingga manusia berada di satu tangan. Saat itu beberapa golongan terpelajar sudah mulai menyadari dan melakukan demonstrasi yang akhirnya suara-suara demokrasi itu dibelenggu oleh ujung senjata api. Kebebasan pers pun dibelenggu dengan alasan mengendalikan kestabilan negara,

Singkat cerita 35 tahuin kemudian pemerintahan berhasil digulingkan. Era baru pun dimulai di bawah kendali professor tenar lulusan Jerman: Habibi. Habibi tak lama menjadi presiden karena beberapa orang menganggap ia masih memiliki hubungan dengan pemerintahan sebelumnya, maka dilakukanlah pemilu pada 2 tahun setelahnya, Abdurrahman wahid yang lebih beken disapa Gus Dur pun naik menjadi RI1.

Namun sang cucu dari Kyai terkenal asal Jombang ini tidak bertahan lama karena digulingkan oleh MPR dengan alasan kesehatan. Pemerintahan berpindah ke tangan Megawati.

Entah mengapa, di bawah kendali Megawati beberapa aset penting negara dengan mudahnya dapat diakses oleh pihak asing.

Tidak lama kemudian pemerintahan baru pun naik dan ternyata bisa dikatakan lebih parah. Banyak aset negara yang diakuisisi oleh pihak asing, dari telekomunikasi hingga kekayaan bumi.

Jika saya lihat, perkembangan pemerintah yang sekarang ini seperti kembali ke sistem pemerintahan VOC, namun lebih buruk karena yang menjadi antek penjajah justru beberapa berasal dari anak negeri. Dari pertanian hingga aset lain pun jika dilihat tidak akan jauh berbeda dengan kondisi saat VOC memerintah negeri ini.

Namun pemicu peristiwa ini bukanlah karena orangya yang bermasalah. Tidak dapat dipungkiri negeri ini masih berusaha berdiri lagi setelah berkali-kali terjatuh. Sistem pemerintahan masih sangat rentan dan begitu mudah untuk direkayasa. Budaya para birokrat pun menambah parah situasi ini.

Pada akhirnya, negeri ini bisa dikatakan membutuhkan tidak hanya satu sosok, namun banyak sosok penmuda yang mampu mengubah sistem negeri ini menjadi lebih baik. Seperti halnya filosofi laut dengan ikannya, bahwa bukanlah ikan yang membuat laut asin, namun lautlah yang menyebabkan ikan itu menjadi asin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Bijak - Dewa 19

Renungan: Tafakkur

Kecewa?

Persepsi

Menyadari