Khilafku Padamu Sobat

Rabu sore kemarin aku bertemu dengan salah seorang kawan jurusan di halaman masjid kampus, masjid salman ITB tepatnya.

Saat itu saya sedang mengobrol dengan sepupuku, membicarakan tentang kabarnya yang dari percakapan itu aku tahu, bahwa ia akan menjalani sidang kelulusannya. Kemudian kulihat kawan saya itu sedang melintas di belakanbg sepupuku dan kusapa ia saat itu.

"hai cang", sapaku padanya. Ican adalah sapaan akrabnya, aku dan Icang sudah saling kenal sejak semester satu  dulu, jadi kami bisa dikatakan cukup akrab.

"eh rifqi, gimana kabarnya nih, kemarin (hari minggu, red) ada acara apa koq bawa rombongan?", jawabnya sambil melempar senyum ramahnya padaku.

"Loh koq tahu?, kemarin lihat ya??", jawabku sedikit heran, maklum saya merasa tidak bertemu dengan dia saat itu.

"Enggak, kemarin saya ketemu zaki, jadi ngerti rifqinya ikutan, emang acara dari mana?", balasnya.

Aku sedikit bingung menjawabnya, pasalnya isu golongan agak sensitif di kampus ini, maklum bangsa ini masih belajar tentang perbedaan, meski itu perbedaan dalam agama yang sama sekalipun seperti agama islam yang terdiri dari golongan besar sunni dan syiah, golongan kecil seperti muhammaddiyah, nahdliyyin, persis, HTI, dll.

Kemudian aku jawab saja, "oh itu dari pesantren cang, anak-anak pada mau kuliah soalnya, jadi diajak keliling biar termotivasi".

"Subhanallah semangatlah ki..." sejenak jawabnya ini membuatku melayang, terbang entah ke mana..

Ia menambahkan "eh, tapi tugas-tugas ga ada yang terbengkalai kan?"

Sontak, aku sedikit celingukan, bingung tapi jawab jujur aja, "ya ada sih beberapa, nggak banyak"

"Aduh.. kerjain dong tugasnya..", ia menasihatiku. Hmmm... sepertinya saya masih terbawa kebanggaan mengasuh adik-adik yang mau ujian jadi terlupa mengucapkan kata "terima kasih".

"Ya udah, duluan ya qi", ia berlalu begitu saja.

Aku terdiam sebentar di tempat. Berjalan menuju ruang utama masjid melewati lorong. Sebelumnya aku berwudlu terlebih dahulu. Sepanjang jalan yang tidak terlalu panjang itu, kata-kata kawan tersebut terngiang-ngiang dalam otakku. Ah.., aku merasa sedikit sombong dan membanggakan diri padanya tadi saat mengobrol masalah rombongan, hingga aku lupa mengucapkan "terima kasih" atas nasihatnya padaku, nasihat seorang muslim pada muslim lainnya.

Astaghfirullahal'adziim..., maafkanlah hambamu ini ya Allah. Hamba hanyalah manusia biasa yang tak luput dari dosa dan salah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Bijak - Dewa 19

Renungan: Tafakkur

Kecewa?

Persepsi

Menyadari