Surat untuk Masa Depan Negeri

Sekedar melaksanakan apa yang seharusnya saya lakukan, berikut ini adalah tulisan dari salah satu rekan ITB, semoga bisa menjadi inspirasi, menjadi yang terbaik untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa ini ke depan, mungkin saya bukanlah yang terbaik, tapi semoga generasi berikutnya selalu lebih baik.

"....betapa bagi anak itu masuk ITB adalah mimpi terliarnya yang menjadi kenyataan"

------------------------------------------------------------
ITB: Mandiri Berkedok SNMPTN (Penerimaan mhs baru ITB)
Posted by: "Sujono" ganeshasatu@yahoo.co.id   ganeshasatu
Thu Feb 10, 2011 2:05 pm (PST)

Teman-teman alumni yang baik,

Kita kembali ke topik awal diskusi ini, yaitu tentang biaya kuliah di ITB yang menjadi Rp. 55 jt plus SPP Rp. 5 jt untuk semua mahasiswa. Menurut hemat saya ada dua masalah nyata yang memerlukan solusi.

Pertama, pada pangkal masalahnya, yaitu kebijakan biaya kuliah mahal, baik dengan USM maupun yang berkedok SNMPTN beberapa tahun terakhir.

Kebijakan ini bagai virus kemudian menyebar dahsyat dari perguruan tinggi hingga play group. Hal ini seperti menutup peluang kesetaraan kesempatan kuliah bagi warga negara Indonesia. Banyak memang silang pendapat yang muncul untuk mengurai masalah (atau menambah ruwet masalah), tetapi yang lebih penting masalah ini harus ada penyelesaian.

Sayangnya ini tidak bisa cepat, perlu waktu, perlu loby-loby, perlu diskusi, perlu seminar, (mungkin) perlu tekanan di sana sini dll. Tetapi selama apapun, tetap tidak boleh dibiarkan dan dilupakan. Kecuali, meminjam email Pak Angki, kita memang tidak peduli ada orang seperti Angki muda dan ibunya 32 tahun lalu.

Kedua, adalah masalah yang ada di depan mata, hari-hari ini adalah pendaftaran SNMPTN jalur undangan dan 3 bulan lagi untuk jalur test.

Ketentuan bayar Rp. 55 jt tidak akan berubah dalam 3 bulan ke depan meskipun kita berteriak di milist hingga putus urat lidah kita dan menulis hingga patah jari kita. Sementara akibat ketentuan itu ribuan lilin semangat dan impian masuk ITB telah padam di seluruh Indonesia.

Padam sebelum mencoba. Impian itu adalah impian seorang Angki muda dan Ibu penjahit diseluruh negeri. Menjadi tugas kita sekarang untuk menjaga api itu tetap hidup, mudah-mudahan belum terlambat.

Nah, selanjutnya kita bisa memposisikan diri untuk bergabung pada persoalan mana, sesuai dengan kemampuan dan peluang terbaik untuk melakukannya. Yang paling baik tentu kita bergabung pada kedua masalah, sebaliknya jangan sampai kita malah masuk di persoalan ketiga, sebagai penonton yang frustasi. Satu email komentar di milist ini, sudah merupakan satu tiket solusi, mudah-mudahan di dengar dan diteruskan oleh yang lain.

Tulisan di bawah ini agak panjang, jadi kalau tidak ada waktu tidak usah di baca :D..........

------------------------------------------------------------
Saya mempunyai cerita seorang kawan yang baik untuk kita sharing.

Teman saya mengatakan ada aturan mendasar yang harus kita pahami, yaitu cara berfikir orang miskin, bagaimana orang tidak berpunya memandang kehidupan. Kita tidak pernah memahami, jika tidak pernah mengalami, meskipun 1000 buku teori kemiskinan kita baca. Sama persis ketika kita tidak bisa memahami pikiran seorang gayus, atau koruptor lain yang meskipun naik haji 7 kali tetapi di sela-selanya masih tetap melakukan korupsi.

Kawan ini mempunyai keyakinan pendidikan tinggi merupakan gunting untuk memutus rantai kemiskinan keluarga, dan tentu saja gunting terbaik di negeri ini, salah satunya di dapat dari pendidikan di jalan ganesha 10. Saya menjadi lebih memahami keyakinan itu setelah membaca email kisah Pak Angki.

Bila kita perhatikan, ternyata dibalik kemandirian PTN yang mahal itu ada satu ironi bahwa jumlah penerima beasiswa tidak memenuhi kuota. Kita bisa baca di beberapa media dan blog. Kenyataan ini sejalan dengan pendapat Pak Natal, Kecenderungannya org miskin pasti takut masuk ITB karena liat uang masuknya yg begitu mahal buat mereka. Disinilah ternyata masalahnya, kembali pada aturan cara berfikir orang miskin.

Apakah anda pernah tahu tukang becak masuk ke restoran mewah, meskipun ditulis ada diskon untuk makanan tertentu. Tidak, karena orang miskin telah membentuk realitas dalam pikirannya bahwa itu bukan kelasnya. Tetapi bila ada penumpang becak kaya, yang memberikan informasi, bimbingan dan dukungan, anak tukang becak itu mungkin akan berani untuk sekedar bertanya menu di restoran. Dan tukang becak itupun akan bisa membeli makan untuk keluarga di restoran mewah itu, karena memang ada makanan yang tersedia dengan harga diskon. Fungsi 'penumpang becak' itulah yg ingin dijalankan oleh kawan saya. Memberikan informasi, bimbingan dan dukungan pada orang agar berani masuk ITB, pada kasus orang miskin, informasi beasiswa kuliah gratis itu yang ingin dia tekankan.

Yang dia lakukan adalah mencetak (nge-print) informasi pendaftaran beasiswa ITB dari web ITB, kemudian dikirimkan ke SMA-nya di kampung. Setelah itu dia menelepon sekolahnya dan singkat kata menyediakan diri sebagai "pusat informasi". Perlu di catat, kawan ini TIDAK menyediakan diri sebagai ORANG TUA ASUH, dia tidak menyukai konsep bantuan semacam itu, karena menurutnya hanya akan menciptakan debitor kebaikan seumur hidup. Yang dia lakukan adalah meneruskan informasi.

Tentu kita mungkin sedikit heran, bukankah di era internet informasi semacam itu mudah diakses oleh semua orang, termasuk sekolah di kampung. Ingat pada cara berfikir orang miskin dan informasi diskon makanan di restoran mewah di atas.

Singkat kata tahun lalu ada dua orang anak petani yang nekad mendaftar beasiswa bidik misi dan nekad juga pergi ke bandung tanpa memberi tahu orang tuanya untuk ikut test. Dan ternyata masuk ITB. Belakangan menurut kedua anak ini, kertas pengumuman hasil print-print-an kawan saya itu yang menjadi titik baliknya. Hingga sekarang di kamar kostnya, email pengumuman diterima beasiswa di ITB itu dipasang di kamarnya, betapa bagi anak itu masuk ITB adalah mimpi terliarnya yang menjadi kenyataan. Bagi orang tuanya, mungkin perasaannya akan sama dengan orang tua Pak Angki 32 tahun lalu.

Oke, apakah masalahnya selesai, anak masuk ke ITB? belum, masih ada kisah berikutnya.

Beasiswa bidik misi akan memberi uang biaya hidup Rp. 500 rb perbulan, dan SPP per semester sekitar Rp. 2 jt-an, sehingga boleh dikata penerima akan bisa kuliah gratis asal irit (bayangkan menggunakan Rp. 500 rb di Bandung tahun 2010, untuk kost, makan, buku, transport). Tetapi ternyata keluarnya beasiswa biaya hidup itu tahun lalu sempat terlambat 6 bulan, jadi akan dirapel. Kiamat kecil bagi kedua anak kampung itu. Selama 6 bulan ke depan makan apa? Disinilah fungsi kawan saya lagi, setelah mendapat sms SOS itu, dia kemudian memberikan pinjaman pengganti beasiswa sampai beasiswa keluar, rencananya uang itu nantinya akan disimpan oleh kedua anak tsb dan akan diberikan tahun depannya (tahun ini) untuk adik kelas berikutnya.

Tentu kita berfikir, kalau tidak punya uang tinggal datang saja ke IOM atau rektorat dll. Kembali ingat aturan berfikir orang miskin. Mereka sudah pada taraf tidak percaya dengan segala sesuatu yang disebut prosedur bahkan untuk yang paling sederhana, mengisi formulir. Yang mereka butuhkan hanyalah kepercayaan sederhana, tidak perlu menulis apapun untuk meminjam uang. Mereka bukan tidak punya uang. Mereka punya, tetapi baru keluar nanti.

Kawan saya ini kemudian bercerita, suatu hari kelak dia bermimpi membuat "bank pendidikan", yang akan memberikan kredit pendidikan dengan cara yang amat sangat mudah, baik informasi maupun prosedurnya. Ketika saya berikan informasi bahwa proyek KMI yang gagal, kawan saya mengatakan BLBI yang gagal saja masih diulangi dengan Bank Century, masak untuk pendidikan tidak berani mencoba.

Jadi pesan kawan saya, bila kita hendak membantu mengatasi dua masalah besar di atas, mulailah dengan telepon. Teleponlah sekolah SMA anda dulu, kalau kebetulan SMA anda adalah SMA kaya di kota, alihkan telepon anda ke SMA di daerah-daerah yang anda kenal. Beri semangat pada mereka,berikan nomor telepon Anda. Kawan saya menambahkan, jangan menunggu koordinasi, membentuk panitia dll, nanti keburu api lilin semangat masuk ITB padam. Lakukan sekarang. Hanya satu telepon saja ke sekolah.

Bila nanti banyak anak miskin yang daftar dan jumlah beasiswa habis bagaimana? Jangan khawatir saya yakin kita punya banyak Pak Angki tua, (maaf Pak Angki, saya sebut 'tua'), yang saya yakin pasti siap membantu angki-angki muda lain mewujudkan impiannya. Meminjam email pak Angki, Saya berkeyakinan intan berlian itu bukan hanya di toko permata di mall-mall. Yang kita harus temukan adalah bahan baku intan ini untuk kita asah dan kita bentuk. Intan-intan ini ada dimasyrakat miskin kebanyakannya.

Copas dari notes Andri Haryono..
Tolong bantu sharing temen2! Untuk adik2 kita diluar sana..
Pendidikan tinggi adalah kunci untuk memutus mata rantai kemiskinan..
------------------------------------------------------------

"..Yang kita harus temukan adalah bahan baku intan ini untuk kita asah dan kita bentuk"
Semoga bisa menginspirasi penerus bangsa di luar sana.

Oiya satu hal lagi, ini info yang mudah-mudahan menggembirakan: http://km.itb.ac.id/site/?p=929

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Bijak - Dewa 19

Renungan: Tafakkur

Kecewa?

Persepsi

Menyadari