Shodaqotun Jariyah (2), ver Transportation Engineer

".. Saya selalu mengingatkan kepada mahasiswa saya, bahwa saat jadi insinyur perekayasa jalan pilihan kalian ada dua. Yaitu jika tidak masuk surga yang paling tinggi, jatuh ke neraka sedalam-dalamnya..."
-Ir. Harmein Rahman, MT.- 

Sepenggal kata di atas selalu diucapkan oleh dosen transportasi ITB ini. Dalam dua kali pertemuan mata kuliah Kapita Selekta Infrastruktur yang saya jalani semester ini, beliau selalu mengatakan hal tersebut.

Transportasi adalah suatu fenomena alami dalam kehidupan manusia. Sejak awal peradaban manusia sudah terjadi transportasi, yaitu pola hidup manusia yang nomaden kala itu. Begitu pula di era sekarang ini, transportasi tetap dibutuhkan oleh manusia, tentunya dengan motif tertentu, entah itu ekonomi, politik, sosial maupun budaya.

Pada umumnya, transportasi selalu dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Transportasi dan ekonomi merupakan dua hal yang saling memengaruhi satu sama lain, istilah sains matematikanya adalah "biimplikasi". Tanpa transportasi roda perekonomian akan berjalan dengan lambat, namun di sisi lain tanpa perekonomian yang sehat, maka infrastruktur transportasi akan sulit untuk diwujudkan.

Gambaran sederhana mengapa manusia membutuhkan transportasi adalah sebagai berikut. Suatu daerah, katakanlah daerah X memiliki sumber daya berlimpah, namun daerah ini tidak memiliki kemampuan untuk mengolah sumber dayanya. Sedangkan sumber daya di daerah Y kurang, namun daerah Y memiliki kemampuan untuk mengolah sumber daya tersebut. Maka dengan adanya transportasi daerah X dan Y dapat terhubung sehingga keduanya dapat saling melengkapi. Nah suatu saat supply di kedua daerah ini sangat tinggi dibandingkan dengan demandnya, maka kedua daerah ini membuat infrastruktur baru yang menghubungkan dengan daerah Z yang memiliki demand terhadap produksi daerah Y tadi. Dari sinilah transportasi tumbuh dan akhirnya memberikan manfaat ekonomi bagi daerah-daerah tersebut.

Ambillah contoh nyata teh misalnya. Produksi daun teh di Pulau Jawa umumnya didominasi dari daerah Kabubaten Bandung, namun pabrik pengolahan daun teh ini berada di daerah Jakarta. Demand terhadap teh cukup tinggi di kedua daerah tersebut, maka dibutuhkan sarana transportasi dari Kabubaten Bandung ke Jakarta untuk menghasilkan teh. Setelah demand di kedua daerah sudah dipenuhi, daerah lain juga memiliki demand terhadap produk teh tersebut, maka lagi-lagi sarana transportasi dibutuhkan untuk mengirim produk teh tersebut ke daerah tujuan.

Di sisi lain infrastruktur transportasi juga dapat menggerakkan potensi ekonomi suatu wilayah. Kali ini kita ambil contoh tol Bandung-Jakarta. Konon, dulu sebelum ada tol Bandung-Jakarta perekonomian Kota Bandung tidak secepat sekarang. Kala itu perjalanan dari Bandung ke Jakarta aksesnya melalui daerah puncak dan tentu saja jarak tempuhnya lebih jauh daripada ketika ada tol seperti sekarang. Orang dari Jakarta jarang berlibur ke Kota Bandung karena biaya dan waktu yang dibutuhkan cukup tinggi. Namun setelah dibangun tol Jakarta-Bandung, hampir tiap akhir pekan penduduk Jakarta ramai-ramai menghabiskan waktunya di Kota Bandung, entah itu untuk berwisata ataupun untuk berbelanja. Dampaknya, roda perekonomian di Kota Bandung berputar lebih cepat dibandingkan sebelumnya.

Kesimpulannya, infrastruktur transportasi sangat besar manfaatnya bagi manusia. Infrastruktur yang baik akan membantu pertumbuhan suatu daerah, sebaliknya infrastruktur transportasi yang buruk akan menghambat pertumbuhannya.

*****

Shodaqatun jariyah kali ini adalah versi seorang Transportation Engineer. Seperti kutipan dalam awal tulisan, bahwa seorang insinyur perekayasa jalan kalau tidak masuk surga yang paling tinggi, jatuh ke neraka sedalam-dalamnya. Apa maksudnya??.

Seorang Transportation Engineer tugasnya adalah merancang dan atau membangun suatu infrastruktur transportasi. Saat ia merancang dan atau membangun suatu prasarana transportasi, ia dihadapkan dengan kehidupan banyak orang. Jika hasilnya baik maka banyak orang yang merasakan manfaatnya dan jika hasilnya buruk banyak orang pula yang menanggungnya.

Sebagai contoh kita ambil kehidupan seorang karyawan. Karyawan ini tinggal di daerah pinggiran kota. Ia tidak tinggal di pusat kota karena biaya hidup di sana cukup tinggi. Maka setiap hari ia harus berangkat menggunakan bus. Tentu saja tarif bus nilainya dipengaruhi oleh konsumsi BBM.

Jika Transportation Engineer menghasilkan infrastruktur jalan yang baik, maka tarif bus akan turun sebab konsumsi BBMnya rendah, maka setiap hari karyawan tadi memiliki sisa uang yang cukup untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anaknya sehingga menjadi insan yang cerdas. Di sinilah nilai kebaikan yang mengalir yang kita sebut "Shadaqatun Jariyah" tadi. Lantas berapa banyak orang yang menggunakan infrastruktur ini dan kemudian nilai kebaikannya mengalir seperti karyawan tadi??.

Sebaliknya saat Transportation Engineer mementingkan kepentingannya sendiri dan akhirnya menghasilkan infrastruktur jalan yang buruk, berlobang misalnya, maka tarif bus tadi akan naik karena konsumsi BBM dan resiko kerusakan mesinnya tinggi. Akibatnya karyawan tadi tidak memiliki sisa uang yang cukup sehingga untuk menghidupi keluarganya ia kesulitan, bahkan terlebih jika ia tidak bisa menyekolahkan anaknya, maka di sinilah tanggung jawab Transportation Engineer. Lantas berapa banyak orang yang menanggung efek dari hal tersebut?.

Kasus pertama merupakan hasil saat Transportation Engineer melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, maka jerih payahnya dirasakan banyak orang sehingga Insya Allah nilai kebaikannya terus mengalir selama jalan itu dipakai banyak orang. Sehingga balasannya Insya Allah adalah surga tertinggi. Sebaliknya di kasus kedua, saat Transportation Engineer mementingkan diri sendiri sehingga pada akhirnya banyak orang yang mesti menanggung beban karena infrastruktur yang buruk, maka nilai keburukannyapun juga mengalir selama jalan itu dipakai banyak orang. Sehingga balasannya Insya Allah adalah neraka terdalam, naudzubillahimindzaalik!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Petuah Bijak - Dewa 19

Renungan: Tafakkur

Kecewa?

Persepsi

Menyadari